Selasa, 23 Desember 2008

IJTIHAD DAN GERAKAN MUHAMMADIYAH

IJTIHAD

Apa dan Bagaimana Ijtihad itu?

Pengertian Ijtihad

Ijtihad (Arab: اجتهاد) adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.

Menurut bahasa, ijtihad berarti (bahasa Arab اجتهاد) Al-jahd atau al-juhd yang berarti la-masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan akth-thaqat (kesanggupan dan kemampuan). Dalam al-quran disebutkan:

“..walladzi lam yajidu illa juhdahum..” (at-taubah:79)

artinya: “… Dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) selain kesanggupan”(at-taubah:79)

Kata al-jahd beserta serluruh turunan katanya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi.

Dalam pengertian inilah Nabi mengungkapkan kata-kata:

“Shallu ‘alayya wajtahiduu fiddua’”

artinya:”Bacalah salawat kepadaku dan bersungguh-sungguhlah dalam dua”

Demikian dengan kata Ijtihad yang berarti “pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit.” Atas dasar ini maka tidak tepat apabila kata “ijtihad” dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/ringan.

Pengertian ijtihad menurut bahasa ini ada relevansinya dengan pengertian ijtihad menurut istilah, dimana untuk melakukannya diperlukan beberapa persyaratan yang karenanya tidak mungkin pekerjaan itu (ijtihad) dilakukan sembarang orang.

Dan di sisi lain ada pengertian ijthad yang telah digunakan para sahabat Nabi. Mereka memberikan batasan bahwa ijtihad adalah “penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada Kitab-u ‘l-Lah dan Sunnah Rasul, baik yang terdekat itu diperoleh dari nash -yang terkenal dengan qiyas (ma’qul nash), atau yang terdekat itu diperoleh dari maksud dan tujuan umum dari hikmah syari’ah- yang terkenal dengan “mashlahat.”

Dalam kaitan pengertan ijtihad menurut istilah, ada dua kelompok ahli ushul flqh (ushuliyyin) -kelompok mayoritas dan kelompok minoritas- yang mengemukakan rumusan definisi. Dalam tulisan ini hanya akan diungkapkan pengertian ijtihad menurut rumusan ushuliyyin dari kelompok mayoritas.

Menurut mereka, ijtihad adalah pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli fxqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat dhann terhadap sesuatu hukum syara’ (hukum Islam).

Dari definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaku utihad adalah seorang ahli fiqih/hukum Islam (faqih), bukan yang lain.
2. Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar’i, yaitu hukum Islam yang berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa, bukan hukum i’tiqadi atau hukum khuluqi,
3. Status hukum syar’i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah dhanni.

Jadi apabila kita konsisten dengan definisi ijtihad diatas maka dapat kita tegaskan bahwa ijtihad sepanjang pengertian istilah hanyalah monopoli dunia hukum. Dalam hubungan ini komentator Jam’u ‘l-Jawami’ (Jalaluddin al-Mahally) menegaskan, “yang dimaksud ijtihad adalah bila dimutlakkan maka ijtihad itu bidang hukum fiqih/hukum furu’. (Jam’u ‘l-Jawami’, Juz II, hal. 379).
Atas dasar itu ada kekeliruan pendapat sementara pihak yang mengatakan bahwa ijtihad juga berlaku di bidang aqidah. Pendapat yang nyeleneh atau syadz ini dipelopori al-Jahidh, salah seorang tokoh mu’tazilah. Dia mengatakan bahwa ijtihad juga berlaku di bidang aqidah. Pendapat ini bukan saja menunjukkan inkonsistensi terhadap suatu disiplin ilmu (ushul fiqh), tetapi juga akan membawa konsekuensi pembenaran terhadap aqidah non Islam yang dlalal. Lantaran itulah Jumhur ‘ulama’ telah bersepakat bahwa ijtihad hanya berlaku di bidang hukum (hukum Islam) dengan ketentuan-ketentuan tertentu.

Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.

Tujuan ijtihad
untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.

Fungsi Ijtihad

Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.

Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.

Jenis-jenis Ijtihad

Ijma’
Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati.

Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.

Qiyas
Beberapa definisi qiyâs' (analogi)
a. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan diantara keduanya.
b. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan diantaranya.
c. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam Al-Qur'an atau Hadis dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).

Istihsan
Beberapa definisi Istihsân
Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.
Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya
Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.
Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya...

Mushalat murshalah
Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan.

Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.

Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya.

Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.

Bagaimanakah Muhammadiyah dalam Ijtihad ?

Dari semula, paham keagamaaan Muhammadiyah selalu mengaitkan dan mempertautkan dimensi ajaran ke sumber al-Qur’an dan Sunnah yang shahih dengan dimensi ‘Ijtihad’ dan ‘Tauhid’ dalam satu kesatuan yang utuh. Ibarat sebuah mata uang logam, paham keagamaan tersebut memiliki dua permukaan, yakni dua sisi permukaan yang dapat dibedakan antara keduanya, tetapi tidak dapat dipisahkan. Begitu pula hubungan antara adagium ‘kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah’ pada satu sisi dengan adagium lain yakni ‘ijtihad’dan ‘tajdid’. Keduanya dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Jika keduanya sampai terpisah atau sengaja dipisahkan maka paham keagaman tersebut tidak layak lagi digunakan sebagai predikat paham keagamaan Muhammadiyah. Menurut Amin Abdullah, dalam studi agama-agama, pemahaman dan pendekatan yang bersifat utuh komprehenshif tersebut disebut pendekatan yang bersifat scientific cum doctrinaire.

Tetapi sekali lagi, selama ini Muhammadiyah telah terjebak dalam kubangan puritanisme yang akut, sehingga adagium ar-ruju’ ila al-Qur’an wa as-Sunnah hanya semata-mata terkait dengan persoalan ibadah mahdlah, untuk tidak mengatakan hanya terfokus pada persoalan-persoalan fiqih. Tidak mencoba untuk dikembangkan dalam arti yang lebih luas dan fundamental yakni back to the principle of Qur’anic ethical values. Dan ‘ijtihad’ di Muhammadiyah hanya terkait dengan isu-isu hukum agama atau hukum-hukum fiqih an sich dan tidak melebar pada al-ulum al-kauniyyah dan al-hayat al-insaniyyah.

Kecenderungan konservatisme dalam alam pikiran Muhammadiyah tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, keterjebakan Muhammadiyah terhadap aktivisme yang cenderung memperluas demografi dan keanggotaan. Aktivisme tersebut mengakibatkan para aktivis Muhammadiyah terlalu bersifat politis-idiologis dan apologis ketimbang berfikir secara reflektif-kontemplatif dan folosofis. Kedua, peran Majlis Tarjih sebagai thik-thank Muhammadiyah terlalu bersifat fiqh-oriented dan tekstual normatif. Kecenderungan ini telah menafikan konteks perkembangan jaman dan perubahan sosial yang menghajatkan suatu pola pemikiran keislaman yang asumtif-probabilistik-pluralis. Ketiga, di tingkat aplikasi praktis, muncul truth claim dari pensakralan produk-produk Majlis Tarjih seperti Himpunan Putusan Tarjih (HPT) terhadap masalah-masalah muamalah. Keempat, belum meluasnya tradisi berfikir empirik di kalangan para anggota Majlis Tarjih.

Dalam Majelis Tarjih Muhammadiyah, terdapat istilah manhaj tarjih untuk menyebut metode istinbath hukum. Secara leksikal, manhaj berarti “jalan” atau “metode.” Dalam ilmu usul fiqih, manhaj digunakan sebagai cara mengeluarkan hukum syara’ dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, secara istidlal dengan dalil ‘aql, seperti qiyas, istihsan, istishab, dan sebagainya (Abu Zahrah, Usul Fiqh, h. 115). Majelis Tarjih menggunakan kata manhaj sebagai acuan penggalian hukum Islam, baik dari dalil naql maupun ‘aqli. Muhammadiyah merumuskan pedoman dalam berijtihad dengan memakai nama “Pokok-pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah”.

Manhaj ijtihad tersebut merupakan manifestasi bahwa Muhammadiyah tidak bermadzhab. Dalam hal ini, dibuktikan dari putusan-putusannya tidak merujuk kepada pendapat imam madzhab. Sebab, masalah-masalah yang diputuskan Majelis Tarjih didasarkan atas nash yang dianggap lebih kuat tanpa mengembalikan apakah pendapatnya sesuai dengan pendapat imam madzhab atau tidak.

Sungguhpun manhaj tarjih belum dapat dikatakan sebagai susunan ushul fiqih baru, namun telah memuat unsur-unsur penting dalam teori berijtihad, yaitu penggunaan sumber-sumber hukum, prinsip-prinsip ijtihad, dan kedudukan akal dalam penggalian hukum. Ternyata, manhaj yang demikian telah membawa Majelis Tarjih memutuskan berbagai masalah yang tampak mandiri dan tidak terikat oleh salah satu pandangan madzhab.
Mengenai penggunaan sumber dalil, pada dasarnya ijtihad Majelis Tarjih secara mutlak adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Oleh karena itu, kedua dalil tersebut merupakan acuan utama dalam penetapan hukum. Hal ini terbaca pada hampir setiap keputusan tarjih yang senantiasa menyebutkan ayat-ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dalil sebagaimana yang terbaca di dalam Himpunan Putusan Tarjih. Yang demikian memperlihatkan visi Muhammadiyah yang selama ini dikenal sebagai gerakan pemurnian dengan semboyan “kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.”

Himpunan Putusan Tarjih yang merupakan hasil ijtihad Muhammadiyah dapat diringkas isinya sebagai berikut:
a. Putusan tentang masalah akidah termuat dalam kitab iman dan masalah mempercayai kenabian setelah Nabi Muhammad saw.
b. Putusan tentang masalah fiqih, termuat dalam kitab; Thaharah, Kitab Salat, Kitab Zakat, Kitab Siyam, Kitab Haji, Kitab Janazah, Kitab Waqaf, Kitab Masalah Lima yaitu: Pengertian Agama, Dunia, Ibadah, Sabilillah, dan Pengertian Qiyas.
c. Masalah yang berkaitan dengan bidang akhlak, tasawuf, dan lain-lain kurang banyak dijelaskan. Kecuali masalah ziarah kubur yang memuat adab ziarah, kesunahan membuka alas kaki di atas kuburan, serta peringatannya kepada wanita agar tidak terlalu banyak berziarah kubur.

Dari beberapa isi yang dikemukakan di atas, di dalam penjelasannya tidak disebutkan qaidah usuliyah-nya untuk memutuskan suatu masalah. Atau, tidak dijelaskan jalan istinbath (cara penetapan hukum). Ketidakjelasan kedudukan suatu ayat atau Hadits dalam kaitannya dengan suatu keputusan akan memusykilkan status hukum yang dihasilkan. Apakah ayat ini merupakan tuntunan tetap ataukah tidak tetap, apakah ayat itu menunjukkan umum atau khusus dan seterusnya, sehingga menghasilkan hukum wajib, sunnah, atau mubah, dan sebagainya.

Meskipun secara teoritik Majelis Tarjih tidak mengkualifikasikan status hukum masing-masing keputusan, namun ada hal lain yang lebih esensial yang telah dicapai dalam putusan Majelis, yaitu unsur ittiba’ kepada Nabi saw, satu hal yang menjadi ruh atau jiwa bagi segala praktek ibadah.

Putusan tersebut di atas menggambarkan hasil dari putusan pada dekade awal berdirinya Majelis ini. Pada perkembangan selanjutnya, terutama hasil muktamar Tarjih XXII di Malang, hasil keputusan telah memuat beberapa kaidah ushul fiqih sebagai dasar istinbath.

Inilah konteks zaman yang senantiasa berubah, dan Muhammadiyah mengikuti perkembangan zaman sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Praktek ijtihad yang dilakukan oleh Majelis Tarjih selama ini dengan melalui tiga cara:
1. Ijtihad Bayani, yaitu ijtihad terhadap nash yang mujmal, baik karena belum jelas makna lafadz yang dimaksud, maupun karena lafadz itu mengandung makna ganda, mengandung arti musytarak, ataupun karena pengertian lafadz dalam ungkapan konteksnya mempunyai arti mutasyabih ataupun adanya beberapa dalil yang bertentangan (ta’arud). Dalam hal terakhir digunakan ijtihad tar­jih.
2. Ijtihad Qiyasi, yaitu menyeberangkan hukum yang telah ada nash-nya kepada masalah baru yang belum ada hukumnya berdasarkan nash karena adanya kesamaan illat.
3. Ijtihad Istislahi, yaitu ijtihad terhadap masalah yang tidak ditunjuki nash sama sekali secara khusus, maupun tidak adanya nash mengenai masalah yang ada kesamaannya. Dalam masalah yang demikian, penetapan hukum dilakukan berdasarkan illat untuk kemaslahatan. (Manhaj Tarjih: 17).

Jadi, Muhammadiyah dalam berijtihad menggunakan istinbat hukum seperti yang tertuang di dalam Manhaj Tarjih. Dengan demikian, metode ijtihad Muhammadiyah adalah menggunakan Manhaj Tarjih Muhammadiyah. Meskipun manhaj tarjih itu merupakan rumusan dari beberapa pendapat ulama ushul dan ini belum dikatakan Muhammadiyah telah menemukan rumusan ushul fiqih baru, akan tetapi manhaj telah berhasil digunakan oleh Majelis Tarjih dalam menetapkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi.

Ijtihad berarti pembaharuan, Bagaimana Ijtihad Muhammadiyah dalam konteks pembaharuan ini ?

Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan pembaruan Islam. Bagaimana hubungan Muhammadiyah dengan gerakan-gerakan pembaruan di dunia Islam? Masalah ini perlu dikaji untuk mengetahui benang merah sejarah pembaruan Islam, sekaligus keberadaan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berwatak tajdid di Indonesia.

Sebagai gerakan tajdid (pembaruan), Muhammadiyah mengembangkan semangat ijtihad, serta menjauhi sikap taklid. Istilah tajdid pada dasarnya bermakna pembaruan, inovasi, restorasi, modernisasi dan sebagainya. Tajdid mengandung pengertian bahwa kebangkitan Muhammadiyah adalah dalam usaha memperbarui pemahaman umat Islam tentang agamanya, mencerahkan hati dan pikirannya dengan jalan mengenalkan kembali ajaran Islam sesuai dengan dasar al-Qur’an dan al-Sunnah (A. Syafi’i Ma’arif, 1996).

Mengingat kemassifan penetrasi budaya global yang multifaset dan rendahnya kualitas umat, pencerahan hati, pikiran, dan tindakan dalam ber-Islam sangat penting untuk digelorakan. Sebagai gerakan tajdid, Muhammadiyah dituntut untuk selalu mampu membuat semua langkah yang ditempuhnya tetap segar, kreatif, inovatif, dan responsif mengikuti perkembangan zaman. Muhammadiyah diharapkan dapat selalu berdiri di hadapan sejarah, dalam arti selalu berada di tengah-tengah perkembangan masyarakat. Dengan cara demikian, Muhammadiyah mampu melakukan interpretasi terhadap ajaran Islam secara dinamis dan kontekstual.

Al-Qur’an dan Al-Sunnah tidak akan pernah ketinggalan zaman, jika umat Islam selalu berusaha menangkap dan meresponi pesan-pesan kedua sumber Islam itu, kemudian mengontekstualisasikannya dengan perkembangan masyarakat secara antisipatif. Oleh karena itu, Muhammadiyah harus terus-menerus melakukan pembaruan. Harus selalu ada reorientasi, reevaluasi, revisi dan regenerasi terhadap apa yang sudah dan sedang dikerjakan. Muhammadiyah tidak boleh cepat merasa puas diri terhadap capaian dan prestasinya selama ini, terutama di bidang pendidikan dan amal sosial, karena setiap rasa puas diri akan membawa pada stagnasi dan dekadensi (M. Amien Rais, 1995).

Ketika bicara tentang tajdid masa kini, Amien Rais mengajukan lima paket tajdîd atau pembaruan yang saling berkaitan dan harus senantiasa dilakukan Muhammadiyah. Kelima paket tajdîd tersebut adalah: tanzhîf al-aqîdah (purifikasi akidah), tajdîd al-nizhâm (pembaruan sistem, organisasi), taktsîr al-kawâdir (kaderisasi, memperbanyak kader), tajdîd etos Muhammadiyah, dan tajdîd kepemimpinan. Mengingat fenomena jahiliyah modern yang terus bermunculan, seperti: perdukunan, ramalan yang bernuansa klenik dan tahayul, dekadensi moral, pornografi dan pornoaksi, premanisme, terorisme, trafficking (perdagangan manusia), dan sebagainya. Kelima spektrum tajdîd di atas sangat relevan dengan tuntutan masa kini. Semua persoalan tersebut hanya dapat dihadapi dan diatasi dengan menggelorakan kembali semangat bertauhid secara murni, reformasi managemen dan organisasi Muhammadiyah dengan melakukan kaderisasi dan intelektualisasi dalam skala yang lebih besar dan merata ke seluruh penjuru tanah air.

Wilayah ijtihad dan tajdid Muhammadiyah sejak awal sebenarnya selalu terfokus pada persoalan historisitas kemanusiaan yang sekaligus juga menyentuh persoalan kebangsaan dan keumatan. Masalah pengentasan kemiskinan melalui jalur pendidikan dan pelayanan kesehatan merupakan persoalan keumatan yang kongkret dan otentik. Sikap dan aksi nyata seperti itulah yang dilakukan oleh pendiri Muhammadiyah pada awal berdirinya dan terus berlangsung hingga kini. Karena etos amal kemanusiaan dan keagamaan ini perlu mendapat ruang dan respon yang lebih luas dari warga Muhammadiyah dan lainnya.

Sebagai pelopor pembaruan pemikiran Islam khususnya di Indonesia, baik yang bercorak purifikatif (pemurnian akidah-ibadah) maupun rasionalistik (bidang muamalah duniawiyah), Muhammadiyah telah menyumbangkan sesuatu yang paling mendasar, yakni sikap kritisnya terhadap status quo pemikiran keislaman saat kelahirannya maupun dalam perjalanan kehidupan bangsa. Selain itu, keunikan corak pembaruan yang dibawa Muhammadiyah adalah terletak pada sisi amaliahnya yang menekankan kesalehan sosial, seperti pembangunan lembaga pendidikan, rumah sakit, panti asuhan, masjid serta sarana dakwah lainnya.











GERAKAN MUHAMMADIYAH

Biografi Pendiri Muhammadiyah

Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah, Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912.

Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).

Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.

Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.

Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).

Pengalaman Organisasi

Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Disamping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.

Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.

Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.

Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari dan Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).

Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.

Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).

Menjadi Pahlawan Nasional

Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:

1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam; dan
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.

Buku catatan tentang Kiyai Ahmad Dahlan merupakan kumpulan diary milik Haji Muhammad Syoedja’ cerita-ttg-kiyai-dahlan-catatan-kyai-soedjak yang ditulis secara detail tentang perjalanan perjuangan KH. Ahmad Dahlan mulai dari kisah kanak-kanak hingga KH. Ahmad Dahlan Wafat. Muhammad Syoedja’ adalah murid dan kader langsung KH Ahmad Dahlan, bersama-sama dengan adik dan teman-temannya, seperti Haji Fakhruddin, Ki Bagus Hadikusumo, Haji Muhammad Zain, Haji Muhammad Mokhtar, KHA. Badawi, R.H. Hadjid dan lain-lain. Jika KHA. Dahlan adalah peletak dasar aktivitas amal usaha sosial Muhammadiyah, maka H. Muhammad Syoedja’ adalah perumus dan sekaligus penafsirnya dalam realitas gerakan. Beliau Ketua Bahagian (saat ini Majelis) Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) yang pertama, salah satu pendiri dan perintis RS PKU Muhammadiyah, pendiri rumah miskin, rumah anak yatim, dan pelopor gerakan Persatuan Djamaah Hadji Indonesia (PDHI). Pada awal mula musyawarah Muhammadiyah yang pertama Haji Muhammad Soedja’ merupakan pengurus yang langsung di tunjuk oleh KH. Ahmad Dahlan dari bahagian Penolong Kesengsaraan Oemoem yang merumuskan pendirian Rumah Sakit Muhammadiyah, Rumah Yatim dan Rumah Miskin pada awal program kerja. Jadi pada awal Musyawarah besar (sekarang Muktamar) Muhammadiyah setiap pengurus secara langsung dilantik dan menyebutkan program kerja sebagai sumpah jabatan secara langsung dihadapan musyawirin. Walaupun menurut buku ini program kerja yang dirumuskan oleh Haji Muhammad Soedja’ ditertawai dan diremehkan oleh para musyawirin karena pada saat itu mendirikan Rumah Sakit, Rumah Miskin dan Rumah Yatim merupakan hal yang mustahil sehingga para musyawirin menganggap bahwa Haji Muhammad Soedja’ hanya bermimpi dan berangan-angan saja. Jika sekarang para kader dan masyarakat Indonesia yang sakit atau yatim lalu memeriksakan kesehatan di Rumah Sakit Muhammadiyah atau Pondokan Yatim Muhammadiyah, itu merupakan realitas hasil dari perumusan, penafsiran, dan perintisan Haji Muhammad Soedja’ pada awal perjuangan Persyarikatan Muhammadiyah.

Kyai Haji Ahmad Dahlan adalah anak dari KH. Abubakar, Imam Khatib Masjid Besar (gedhe) Kota Yogyakarta. Diwaktu kecil KH. Ahmad Dahlan bernama Muhammad Darwis, nama Ahmad Dahlan adalah pergantian setelah berangkat untuk menunaikan ibadah haji di Makkah. Muhammad Darwis mempunyai sifat yang baik dan budi pekertinya halus dan hatinya lunak tetapi wataknya cerdas, menginjak usia 8 tahun ia telah dapat membaca Al-Qur’an dengan lancar sampai khatam. Pada bulan Dzulhidjah tahun 1889 Miladiyah dan saat usia 18 tahun Muhammad Darwis di nikahkan dengan putri dari Kyai Haji Muhamad Fadlil Hoofd Panghulu Hakim di Yogyakarta yang bernama Siti Walidah yang sekarang kita sebut sebagai Nyi Ahmad Dahlan. KH. Ahmad Dahlan sebelum mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah, Beliau bergabung sebagai anggota Boedi Oetomo yang merupakan organisasi kepemudaan pertama di Indonesia.

Berdirinya Muhammadiyah berikut hal-hal yang melatarbelakangi

Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah, Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912.

Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah.

Terdapat pula organisasi khusus wanita bernama Aisyiyah.

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.

Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.

Dalam pembentukannya, Muhammadiayah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.

Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.

Lambang Muhammadiyah dan Sejarahnya


Lambang Muhammadiyah adalah matahari bersinar utama dua belas, di tengah bertuliskan (Muhammadiyah) dan dilingkari kalimat (Asyhadu an lã ilãha illa Allãh wa asyhadu anna Muhammadan Rasul Allãh.

Matahari dengan dua belas sinar merupakan simbolisasi prinsip Islam sebagai agama rahmat seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Kata dalam Bahasa Arab “Muhammadiyah” yang berada di pusat matahari mengacu figur sentral dalam penegakan islam, Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa salam. Teks syahadat yang mengelilingi cahaya matahari mengacu pada dua kalimat syahadat sebagai dasar keimanan seorang muslim.

Maksud dan Tujuan Muhammadiyah

Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Amal Usaha Muhammadiyah

Kehidupan dalam mengelola amal usaha Muhammadiyah, antara lain :

Amal Usaha Muhammadiyah adalah salah satu usaha dari usaha-usaha persyarikatan untuk mencapai maksud dan tujuan Persyarikatan, yakni menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud Masyarakat Utama yang diridlai Allah SWT. Oleh karenanya semua bentuk kegiatan amal usaha Muhammadiyah harus mengarah kepada terlaksananya maksud dan Tujuan Persyarikatan dan seluruh pimpinan serta pengelola amal usaha berkewajiban untuk melaksanakan misi utama Muhammadiyah itu sebaik-baiknya sebagai misi dakwah.

Amal Usaha Muhammadiyah adalah milik Persyarikatan, dan Persyarikatan bertindak sebagai Badan Hukum/Yayasan dari seluruh amal usaha itu, sehingga semua bentuk kepemilikan Persyarikatan hendaknya dapat diinvestarisasi dengan baik serta dilindungi dengan bukti kepemilikan yang sah menurut hukum yang berlaku. Karena itu, setiap pimpinan dan pengelola amal usaha Muhammadiyah di berbagai bidang dan tingkatan berkewajiban menjadikan amal usaha dan pengelolaannya secara keseluruhan sebagai amanat umat yang harus dutunaikan dan dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya.

Pimpinan amal usaha Muhammadiyah diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Persyarikatan dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian pimpinan amal usaha dalam mengelola amal usahanya harus tunduk kepada kebijaksanaan Persyarikatan dan tidak menjadikan amal usaha itu terkesan milik pribadi atau keluarga, yang akan menjadi fitnah dalam kehidupan dan bertentangan dengan amanat.

Pimpinan amal usaha Muhammadiyah adalah anggota Muhammadiyah yang mempunyai keahlian tertentu di bidang amal usaha tersebut. Status keanggotaan menjadi sangat perlu bagi pimpinan agar yang bersangkutan memahami secara tepat fungsi amal usaha tersebut bagi Persyarikatan dan bukan semata-mata sebagai pencari nafkah yang tidak peduli dengan tugas-tugas dan kepentingan-kepentingan persyarikatan.

Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus dapat memahami peran dan tugas dirinya dalam mengemban amanah persyarikatan. Dengan semangat amanah tersebut, maka pimpinan akan selalu menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh persyarikatan dengan melaksanakan fungsi managemen perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya.

Pimpinan amal usaha Muhammadiyah senantiasa berusaha meningkatkan dan mengemangkan amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya dengan penuh kesungguhan. Pengembangan ini menjadi sangat perlu agar amal usaha senantiasa dapat berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiq al-khairat) guna memenuhi tuntutan masyarakat dan tuntutan zaman.

Sebagai amal usaha yang bisa menghasilkan keuntungan, maka pimpinan amal usha Muhammadiyah berhak mendapatkan nafkah dalam ukuran kewajaran (sesuai ketentuan yang berlaku). Untuk itu setiap pimpinan Persyarikatan hendaknya membuat tata aturan yang jelas dan tegas mengenai gaji tersebut dengan dasar kemampuan dan keadilan.

Pimpinan amal usaha Muhammadiyah berkewajiban melaporkan pengelolaan amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya, khususnya dalam hal keuangan / kekayaan kepada pimpinan Perysrikatan secara bertanggung jawab dan bersedia untuk diaudit serta mendapatkan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus bisa menciptakan suasana kehidupan Islami dalam amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya. Sebagai salah satu alat dakwah maka tentu saja usaha ini menjadi sangat perlu agar juga menjadi contoh dalam kehidupan bermasyarakat.

Karyawan amal usaha Muhammadiyah adalah warga (anggota) Muhammadiyah yang dipekerjakan sesai dengan keahlian atau kemampuannya. Sebagai warga Muhammadiyah diharapkan mempunyai rasa memiliki dan kesetiaan untuk memelihara serta mengembangkan amal usaha tersebut sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. dan berbuat kebajikan kepada sesama. Sebagai karyawan dari amal usaha Muhammadiyah tentu tidak boleh terlantar dan bahkan berhak memperoleh kesejahteraan dan memperoleh hak-hak lain yang layak tanpa terjebak pada rasa ketidakpuasan, kehilangan rasa syukur, dan bersikap berlebihan.


Seluruh pimpinan dan karyawan atau pengelola amal usaha Muhammadiyah berkewajiban dan menjadi tuntutan untuk menunjukkan keteladanan diri, melayani sesama, menghormati hak-hak sesama, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi sebagai cerminan dari sikap ihsan, ikhlas dan ibadah.

Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha Muhammadiyah hendaknya memperbanyak silaturrahmi dan membangun hubungan-hubungan sosial yang harmonis (persaudaraan dan kasih sayang) tanpa mengurangi ketegasan dan tegaknya sistem dalam penyelenggaraan amal usaha masing-masing.

Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha Muhammadiyah selain melakukan aktifitas pekerjaan yang rutin dan menjadi kewajibannya juga dibiasakan melakukan kegiatan - kegiatan yang memperteguh dan meningkatkan taqarrub kepada Allah SWT dan memperkaya ruhani serta kemuliaan akhlaq melalui pengajian, tadarrus serta kajian al-Quran dan al- Sunnah, dan bentuk-bentuk ibadah dan mu'amalah lainnya yang ertanam kuat dan menyatu dalam seluruh kegiatan amal usaha Muhammadiyah

Muhammadiyah dengan berbagai amal usahanya, terus maju dan berkembang. Tentunya tidak sedikit halangan dan tantangan yang dialami Muhammadiyah. Dengan kesabaran dan tawakkal Muhammadiyah dapat diterima oleh masyarakat Indonesia dan mengalami perkembangan yang baik. Karena semakin meluasnya perkembangan amal usaha Muhammadiyah khususnya dalam bidang kemasyarakatan, maka Muhammadiyah membentuk kesatuan-kesatuan kerja bidang kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai badan pembantu persyarikatan. Kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan lainnya. Majelis yang menangani bidang sosial ekonomi adalah majelis ekonomi.

Majelis ekonomi Muhammadiyah mempunyai tugas seperti tersebut di dalam kaidah majelis Ekonomi, yang pada pokoknya adalah :
Konseptual, yaitu merumuskan dasar, tujuan serta sistem ekonomi menurut ajaran Islam.
Praktikal, yaitu menggerakkan dan menghimpun kegiatan-kegiatan ekonomi warga persyarikatan sesuai bakat masing-masing dan sepanjang sesuai dengan ajaran Islam.

Menurut kaidah tersebut, majelis ekonomi langsung menangani bidang konseptual, sedangkan bidang praktikal, Majelis ekonomi tidak menjalankannya sendiri, akan tetapi mengerahkan anggota-anggota persyarikatan. Dalam menjalankan kaidah tersebut tentunya tidak sedikit hambatan yang dialami Majelis Ekonomi. Di antara faktor penghambat tersebut adalah: Pertama, banyaknya jabatan rangkap warga Muhammadiyah. Sebagian besar pengurus Muhammadiyah adalah pegawai negeri sipil. Kedua, faktor biaya, dalam soal biaya, memang Muhammadiyah berjalan tanpa biaya yang pasti.[6] Seiring dengan perjalanan waktu, Majelis Ekonomi terus melakukan usaha pengembangan ekonomi yang berbasis masyarakat. Maka pada Muktamar ke-43 di Banda Aceh nama Majelis Ekonomi dipertegas menjadi majelis Pembina Ekonomi.[7] Dari nama itu tersimpul bahwa Muhammadiyah mulai mengemban misi membina ekonomi umat. Sejak periode kepengurusan M. Amin Rais, kegiatan Majelis Pembina Ekonomi Muhammadiyah mulai diarahkan. Pada dasarnya, Majelis Pembina Ekonomi Muhammadiyah akan membina ekonomi umat melalui tiga jalur :

Mengembangkan Badan Usaha Milik Muhammadiyah yang mempresentasikan kekuatan ekonomi organisasi Muhammadiyah.
Mengembangkan wadah koperasi bagi anggota Muhammadiyah.
Memberdayakan anggota Muhammadiyah di bidang ekonomi dengan mengembangkan usaha-usaha milik anggota Muhammadiyah.[8]

Dalam pengembangan ekonomi, Muhammadiyah sebenarnya tidak berangkat dari nol. Muhammadiyah telah memiliki aset atau sumber daya yang bisa dijadikan modal. Aset pertama adalah sumber daya manusia, yaitu anggota Muhammadiyah itu sendiri, baik sebagai produsen, konsumen maupun distributor. Aset kedua adalah kelembagaan amal usaha yang telah didirikan, yaitu berupa sekolah, universitas, lembaga latihan, rumah sakit, dan lain-lain. Aset ketiga adalah Struktur Muhammadiyah itu sendiri sejak dari pusat, wilayah, daerah, cabang, dan ranting. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta, telah diputuskan suatu mandat tentang Perekonomian dan Kewiraswastaan. Terdapat 7 butir program persyarikatan yang perlu direalisasikan oleh Majelis Ekonomi[9], yaitu :

Mewujudkan sitem JAMIAH (Jaringan Ekonomi Muhammadiyah ) sebagai revitalisasi gerakan dakwah secara menyeluruh. Untuk itu ditetapkan :

Buku Paradigma Baru Muhammadiyah, Revitalisasi gerakan dengan sistem JAMIAH sebagai acuan program lebih lanjut.

Program KATAM[10] ditetapkan sebagai program dasar perwujudan sistem JAMIAH.

Membangun infrastruktur pendukung JAMIAH melalui antara lain infrastruktur komunikasi dan infrastruktur distribusi (program MARKAZ[11]).

Mengembangkan pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep pengembangan ekonomi yang berorientasi kerakyatan dan keislaman, seperti etos kerja, etos kewiraswastaan, etika bisnis, etika manajemen, etika profesi dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan aktual yang terjadi dalam dunia ekonomi.

Melancarkan Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, meliputi pengembangan sumber daya manusia dalam aspek ekonomi, pembentukan dan pengembangan lembaga keuangan masyarakat, pengembangan bank syariah Muhammadiyah, pengembangan kewirauahaan dan usaha kecil, pengembangan koperasi dan pengembangan Badan Usaha Milik Muhammadiyah yang benar-benar kongkrit dan produktif, seperti KATAM, BMT, LKM dan lain-lain.

Intensifikasi pusat data ekonomi dan pengusaha Muhammadiyah yang dapat mendukung pengembangan program-program ekonomi.

Menggalang kerja sama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan program-program ekonomi dan kewiraswastaan di lingkungan Muhammadiyah.

Mengembangkan pelatihan-pelatihan dan pilot project pengembangan ekonomi kecil dan menengah baik secara mandiri maupun kerja sama dengan lembaga-lembaga luar sesuai dengan perencanaan program ekonomi dan kewiraswastaan Muhammadiyah.

Mengkoordinasikan seluruh kegiatan ekonomi bisnis dan kewiraswastaan di bawah majelis Ekonomi dan memberlakukan Majelis Ekonomi sebagai satu-satunya yang memutuskan kebijakan di bidang ekonomi.

Perkembangan Muhammadiyah sebelum, saat dan pasca berdirinya

Sebelum berdirinya Muhammadiyah
Pada masa K.H Ahmad Dahlan, islam masih banyak bercampuar baur dengan kepercayaan dan praktek-praktek keagamaan yang tidak sesuai dengan ajaran islam. Dia mempertanyakan dan mempertentangkan antara pesan doktrin dan kenyataan yang ada. Dia melihat dari sudut pandang doktrin yaitu Al Quran dan Al Hadist, serta melihat kenyataan yang ada tampaklah ada hal-hal yang tidak sesuai antara doktrin dengan kenyataan yang ada. Dia bergerak memurnikan ajaran dengan salah satru caranya memberantas bid’ah dan khurafat.

Dengan gerakan pemurnian (Purifikasi) agama ini setidak-tidaknya timbul kesadaran baru tentang mana yang ajaran islam dan mana yang bukan. Menurut K.H Ahmad Dahlan, untuk menjadi orang islam sejati harus membuang semua kebiasaan, membersihkan diori dari amal, kehendak, keinginan, kepercayaan, pendapat dan semua yang ada di dalam hati, di rumah tangga dan di masyarakat, kemudian baru masuk dalm ajaran islam. Ini berarti bahwa orang islam harus menekankan faham tauhid. Hanya ALLAH yang dimulyakan, dicintai, ditakti dan ditaati. Keyakinannya tertuju pada ALLAH semata begitu pula amalnya.

Saat berdirinya Muhammadiyah
Keprihatinannya terhadap kondisi um,at islam Indonesia menimbulkan semangat berjuang dalam dada K.H Ahmad Dahlan untuk memajukan dan menggembirakan pengajaran agama islam dan kehidupan orang islam. Apa yang dipikirkan dan dikerjakan oleh K.H Ahmad Dahlan dengan berdirinya Muhammadiyah yang mempunyai aneka ragam kegiatan menjadikan organisasi tersebut tersebar di seluruh Jawa dan bahkan di seluruh Indonesia. Citra Islam dalam masyarakat berubah, Islam yang semula dianggap sebagai agama kolot menjadi modern, maju dan dinamik. Kaum santri yang dulu buta pengetahuan menjadi pandai dan berpengaruh dalam masyarakat. Pendek kata pemikiran dan aktivitas K.H Ahmad Dahlan berhasil menaikkan dan mengangkat posisi Islam dan pemeluknya dalam struktur masyarakat Indonesia.

Pasca berdirinya Muhammadiyah
Dari yang dikerjakan oleh K.H Ahmad Dahlan, terlihat bahwa penekanan gerakan Muhammadiyah adalah bidang sosial dan pendidikan. Sedang pemikiran dalam bidang agama yaitu menuju pada hal yang mendasar, tauhid dan amal. Organisasi Muhammadiyah ini lebih tepat dikatakan sebagai gerakan pendidikan dan sosial (kemasyarakatan). Secara keseluruhan gerakan ini mencerminkan penekanan pentingnya iman, ilmu dan amal.
Dengan kembali kepada Al-Quran dan Hadist, berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan paham atau maksud yang sebenarnya dari ajaran-ajaran kedua sumber itu dan pencarian bentuk-bentuk kegiatan baru yang berbeda dengan lingkungan berarti K.H Ahmad Dahlan mempunyai pemikiran yang liberal namun masih dalam jalur yang lurus dan benar (ortodoks). Pemikiran ini nampak di Indonesia datang dengan tiba-tiba dan mendadak, sehingga banyak juga reaksi negative yang datang. Tradisi sebelumnya yang berupa percampuran kepercayaan dan adapt kebiasaan perlu juga dihargai sebagai proses yang memang harus dilalui. Dia berpijak dari tradisi, memberikan kritik, mengembangkan dan menyumbangkan kepada tradisi, yaitu tradisi pemikiran keagamaan (Islam) dengan Muhammadiyah di Indonesia.


Periodisasi Kepemimpinan Muhammadiyah

1. KH Ahmad Dahlan 1912-1922
2. KH Ibrahim 1923-1934
3. KH Hisyam 1935 - 1936
4. KH Mas Mansur 1937 - 1941
5. Ki Bagus Hadikusuma 1942 - 1953
6. Buya AR Sutan Mansur 1956
7. H.M. Yunus Anis 1959
8. KH. Ahmad Badawi 1962 - 1965
9. KH. Faqih Usman 1968
10. KH. AR Fachruddin 1971 - 1985
11. KHA. Azhar Basyir, M.A. 1990
12. Prof. Dr. H. M. Amien Rais 1995
13. Prof. Dr. H.A. Syafii Ma'arif 1998 - 2005
14. Prof. Dr. HM Din Syamsuddin 2005 - 2010


Khittah/Perjuangan Muhammadiyah

HAKIKAT MUHAMMADIYAH

Perkembangan masyarakat Indonesia, baik yang disebabkan oleh daya dinamik dari dalam ataupun karena persentuhan dengan kebudayaan dari luar, telah menyebabkan perubahan tertentu. Perubahan itu menyangkut seluruh segi kehidupan masyarakat, diantaranya bidang sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan, yang menyangkut perubahan strukturil dan perubahan pada sikap serta tingkah laku dalam hubungan antar manusia.

Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan perubahan itu, senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar ma'ruf nahi-mungkar, serta menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan lapangan yang dipilihnya ialah masyarakat, sebagai usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya: "menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.

Dalam melaksanakan usaha tersebut, Muhammadiyah berjalan diatas prinsip gerakannya, seperti yang dimaksud di dalam Matan Keyakinan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.

Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah itu senantiasa menjadi landasan gerakan Muhammadiyah, juga bagi gerakan dan amal usaha dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan, serta dalam bekerjasama dengan golongan Islam lainnya.

MUHAMMADIYAH DAN MASYARAKAT

Sesuai dengan khittahnya, Muhammadiyah sebagai Persyarikatan memilih dan menempatkan diri sebagai Gerakan Islam amar-ma'ruf nahi mungkar dalam masyarakat, dengan maksud yang terutama ialah membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera sesuai dengan Dakwah Jamaah.

Di samping itu Muhammadiyah menyelenggarakan amal-usaha seperti tersebut pada Anggaran Dasar Pasal 4, dan senantiasa berikhtiar untuk meningkatkan mutunya

Penyelenggaraan amal-usaha, tersebut merupakan sebagian ikhtiar Muhammadiyah untuk mencapai Keyakinan dan Cita-Cita Hidup yang bersumberkan ajaran Islam dan bagi usaha untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.

MUHAMMADIYAH DAN POLITIK

Dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya: dengan dakwah amar ma ma'ruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsionil, secara operasionil dan secara kongkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, materiil dan spirituil yang diridlai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada kepribadiannya

Usaha Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut merupakan bagian gerakannya dalam masyarakat, dan dilaksanakan berdasarkan landasan dan peraturan yang berlaku dalam Muhammadiyah.

Dalam hubungan ini Muktamar Muhammadiyah ke-38 telah menegaskan bahwa:

Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai Politik atau Organisasi apapun

Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.

MUHAMMADIYAH DAN UKHUWAH ISLAMIYAH

Sesuai dengan kepribadiannya, Muhammadiyah akan bekerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan Agama Islam serta membela kepentingannya.

Dalam melakukan kerjasama tersebut, Muhammadiyah tidak bermaksud menggabungkan dan mensubordinasikan organisasinya dengan organisasi atau institusi lainnya.

DASAR PROGRAM MUHAMMADIYAH

Berdasarkan landasan serta pendirian tersebut di atas dan dengan memperhatikan kemampuan dan potensi Muhammadiyah dan bagiannya, perlu ditetapkan langkah kebijaksanaan sebagai berikut:

Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai Persyarikatan yang menghimpun sebagian anggota masyarakat, terdiri dari muslimin dan muslimat yang beriman teguh, ta'at beribaclah, berakhlaq mulia, dan menjadi teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat.

Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap persoalan-persoalan dan kesulitan hidup masyarakat

Menepatkan kedudukan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan untuk melaksanakan dakwah amar-ma'ruf nahi-mungkar ke segenap penjuru dan lapisan masyarakat serta di segala bidang kehidupan di Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

IDENTITAS MUHAMMADIYAH

Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam memiliki cita-cita ideal yaitu mewujudkan “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Dengan cita-cita yang ingin diwujudkan itu Muhammadiyah memiliki arah yang jelas dalam gerakannya.

Cita-cita ideal yang ingin diwujudkan Muhammadiyah terkandung dalam rumusan maksud dan tujuan, yakni “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” (Bab III. Pasal 6). Sering muncul pertanyaan seputar makna atau kandungan isi dari maksud dan tujuan Muhammadiyah tersebut. Apakah yang dimaksudkan dengan kalimat “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam” itu? Apa pula, dan ini lebih sering dipertanyakan, yang dimaksud dengan “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” itu? Dua pertanyaaan yang elementer, tetapi memang sangat penting untuk diketahui dan dipahami khususnya oleh anggota Muhammadiyah. Guna menjawab pertanyaan tersebut, pertama-tama perlu diketahui konteks lahirnya perumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah tersebut, yang kedua substansi atau isinya dengan merujuk pada pemikiran-pemikiran yang selama ini berkembang dalam Muhammadiyah.

Jadi dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al Qur'an. Dan apa yang digerakkan oleh Muhammadiyah tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam dalam kehidupan yang riel dan kongkrit.


Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam

Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam, Amar Ma’ruf nahi mungkar. Ciri ini telah muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tak terpisahkan dalam jati diri Muhammadiyah. Namun sudah menjadi tanggung jawab Muhammadiyah juga sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar untuk meluruskan kembali niatan awal berdirinya Muhammadiyah yang sesuai dengan cita-cita pemikiran Ahmad Dahlan, Muhammadiyah dapat mengangkat agama Islam dan keterbelakangan atau kebodohan massif.

Tidak hanya ranah pemahaman agama yang diluruskan namun juga ranah pemahaman maksud dan tujuan organisasi Muhammadiyah, karena Muhammadiyah adalah pure sebuah organisasi kemasyarakatan.

Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid/Pembaharuan/Reformasi

Ciri ketiga ini yang melekat pada persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Tajdid atau pembaharu. Apabila dari makna dalam segi bahasa Tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah tajdid memiliki dua arti yakni :
pemurnian
peningkatan, pengembangna, modernisasi sudah menjadi tugas Muhammadiyah bila “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan sumber Al Qur'an dan As Sunnah shahih

Sedangkan arti “Peningkatan, pengembangan, modernisasi” tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran pengamalan dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada Al Qur'an dan AS Sunnah shahih.

Di samping itu ternyata bila diamati Muhammadiyah mempunyai PR untuk menjawab tantangan zaman dan arus globalisasi yang terus melaju, yaitu :
Pemurnian (Purifikasi)
Tugas/PR pertama Muhammadiyah adalah purifikasi kembali kepribadian Muhammadiyah yang mulai terinfeksi virus yang akan melencengkan kepribadian Muhammadiyah.
Peningkatan, pengembangan, modernisasi
Tak melenceng dari awal pemberdayan pemikiran sang pendiri Muhammadiyah maka sebagai tantangan zaman tugas/PR kedua Muhammadiyah adalah meningkatkan etos kerja segala bidang baik dalam dakwah maupun amal usaha Muhammadiyah.

Dan mengembangkan serta melebarkan sayap Muhammadiyah dalam penerimaan arus informasi global sebagai tameng kebodohan massif Muhammadiyah.

Modernisasi Muhammadiyah bukan berarti meninggalkan dasar pemikiran pertama kali berdirinya, tapi Muhammadiyah dapat up to date bukan berarti berganti baju untnuk beridentitas ideologi baru namun Muhammadiyah tetap eksis dalam kepribadian Muhammadiyah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan yang tak usang dimakan zaman atau kuno tertinggal arus modernisasi.

HASIL DISKUSI DENGAN PRM DI DESA SIDOREJO

Menurut cerita yang mereka dapatkan dari orang tua bahwa pertama kali ajaran Muhammadiyah masuk di Purworejo yaitu di desa Sidorejo. Perlahan tapi pasti dakwah Islam disana tetap berjalan dan juga terbentuk PRM (Pimpinan Ranting Muhammadiyah). PRM dilantik pada tahun 1964 di rumah Bapak Ahmad Umar dengan ketua Bapak Mustilun.

Latar Belakang Berdirinya PRM di Sidorejo

Kiprah dakwah Muhammadiyah di sana diawali oleh kedatangan seorang Mubaligh dari desa Mlangsen. Beliau prihatin melihat keterpurukan islam di sana sehingga beliau sengaja datang dan menetap di Sidorejo. Di sana beliau mengajarkan tentang ajaran islam yang akhirnya membangun masjid yang diberi nama Masjid Mlangsen karena beliau berasal dari Mlangsen. Masjid itu menjadi sentral kegiatan keagamaan yang dipimpinnya. Beliau di sana sudah berhasil menanamkan aqidah islam kepada masyarakat. Setelah beliau wafat, disana sudah banyak kader yang siap melanjutkan perjuangannya. Seiring berjalannya waktu masyarakat sepakat untuk mengganti nama masjid dengan nama beliau yaitu Masjid Al-Jalal untuk mengenang beliau. Beliau sudah meninggalkan banyak warisan termasuk pengajian rutin dan kegiatan keagamaan yang lain. Salah satunya adalah pengajian yang terbentuk sejak tahun 1982 dan masih berjalan sampai sekarang bahkan sudah banyak pengajian yang terbentuk. Selain masjid Al-Jalal sekarang sudah banyak masjid lain yang berdiri.

Kegiatan-kegiatan keagamaan

Dakwah yang dilakukan di Sidorejo sudah mulai terlihat hasilnya sedikit demi sedikit. Hal itu terlihat dalam masyarakat yaitu semakin banyaknya pengajian-pengajian dan kegiatan keagamaan lain yang sesuai dengan ajaran Muhammadiyah yaitu sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW. Kegiatan itu antara lain:
Pengajian ahad kliwon yang terbentuk sejak tahun 1982, sekarang diganti ahad wage di Masjid Al-Jalal
Pengajian ahad kliwon sejak tahun 2007 di Masjid At-Taqwa
Penajian kelompok kecil :
1. Malam kamis di Masjid At-Taqwa dari tahun 1997
2. Malam senin di Masjid Al-Muttaqin dari tahun 1996
3. Malam jumat di Mushola Al-Ikhlas
4. Pengajian ibu-ibu jumat kliwon sore
5. Pengajian ibu-ibu rabu kliwon di masjid Al-Jalal
6. Yasinan ibu-ibu dan infaq sosial setiap hari kamis sore
Pertemuan bapak-bapak malam jumat kliwon dan malam jumat wage berisi kegiatan sosial( penyediaan kebutuhan saat kematian, alat masak, kain kafan, keranda mayat, kursi) yang diselingi pengajian
Pertemuan bapak-bapak yang diisi dengan pengajian dan pembacaan surat yasin serta infaq sosial dan arisan kurban
Pengajian peringatan hari-hari besar agama

Metode Dakwah

Dengan kaderisasi seperti yang dilakukan walisongo tidak membawa bendera (identitas Muhammadiyah) tetapi mengutamakan tujuan daripada dakwah itu sendiri. Mengajarkan syariat yang benar tapi secara pelan-pelan tanpa menghilangkan tradisi yang ada tapi mengubah tradisi itu sesuai dengan syariat agama kita. Kaderisasi itu misalnya melahirkan khotib dan imam baru untuk mengganti imam dan khotib yang tidak dapat melaksanakan tugas. Sasaran dakwahnya adalah pendalaman Al-Quran. Tujuan lain dari adanya kaderisasi adalah mengganti tanggung jawab orang-orang yang sudah tua (tidak mampu melaksanakan tugasnya). Dengan adanya kaderisasi maka akan ada generasi yang melanjutkan perjuangan dakwah tersebut.

Kendala-kendala Dakwah

Masyarakat masih memegang teguh ajaran yang diturunkan oleh orang tua kita. Ajaran Animisme yang turun-temurun itu menjadi salah satu kendala dakwah. Hal itu disikapi dengan perlahan-lahan menyisipkan ajaran yang benar dalam tradisi itu. Kendala yang lain adalah banyak orang beranggapan bahwa ajaran Muhammadiyah berbeda. Tetapi hal itu perlahan-lahan dapat diatasi. Di desa Sidorejo juga ada penganut agama lain, sedikit banyak itu juga akan menjadi kendala. Tetapi terbukti di sana masyarakat dapat menjaga kerukunan antar umat beragama dengan baik. Hal itu terlihat dengan adanya masjid yang berdampingan dengan gereja, namun hal itu tidak menjadikan alasan mereka untuk saling bermusuhan. Mereka justru terlihat harmonis dalam bergaul dan bermasyarakat. Hal yang sulit dihilangkan dan sudah melekat dalam masyarakat adalah budaya TBC (Takhayul Bid’ah Churafat). Hal itu sangat bertentangan dengan ajaran agama kita karena hal itu akan membawa pada kesyirikan.

Kekuatan dan Kelemahan Dakwah

Kekuatan :

Kaderisasi yang baik serta semakin banyaknya masyarakat yang bekerja di instansi muhammadiyah membuat semangat dakwah di desa Sidorejo semakin meningkat. Banyak masyarakat yang sudah mengetahui ajaran islam dengan benar sehingga mereka menyadari kesalahan mereka dan semakin memperkuat dakwah di sana.

Kelemahan :

Kelemahan organisasi ini terletak pada penggalangan dana. Suatu kegiatan dapat berjalan dengan lancar jika ada dana. Semua kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan swadaya masyarakat. Tetapi hal itu sedikit demi sedikit sudah dapat diatasi yaitu dengan adanya infaq sosial dari masyarakat sehingga dapat dilaksanakan kegiatan.


Keberlanjutan Dakwah

Para mubaligh di sana telah bersepakat akan melanjutkan dakwah yang sudah berjalan di sana. Mereka akan selalu mengembangkan metode dakwah yang sudah ada dan disesuaikan dengan keadaan masyarakat. Sehingga perlahan tapi pasti dakwah itu akan dapat diterima masyarakat. Mereka akan saling memberi semangat satu sama lain untuk mewujudkan masyarakat yang terhindar dari TBC (takhayul Bid’ah Churafat) dan benar-benar menjadi masyarakat yang sesuai dengan tuntunan nabi Muhammad SAW.

SUSUNAN PENGURUS RANTING SIDOREJO
TAHUN 2008


KETUA I : SATIBI
KETUA II : MUH. NGADNAN

SEKRETARIS I : HARTOYO
SEKRETARIS II : TUGIRAN

BENDAHARA I : MUNTOHA
BENDAHARA II : SUWARTO, S. Pd

SEKSI-SEKSI :
DAKWAH : - SARIFUDIN
- HERMAWANTO, S. Pd

PENDIDIKAN : - SUGIHARTO, BA
- SUPRI YULIANTO

SOSIAL : - KUWAT
- HADI ANHARI

PEMUDA : - YADIK SETYABUDI, S. Pd

OLAH RAGA : - PARWITO
- ARIF SULISTIYONO



Ketua Ranting Sidorejo Sekretaris





SATIBI HARTOYO
NBM. 550.161 NBM.587.231









KETERANGAN :
Yang dimaksud rantig aktif yaitu ranting yang memiliki jadwal pengajian rutin

DAFTAR ANGKET
AKTIFITAS MUHAMMADIYAH KECAMATAN PURWOREJO TAHUN 2008
RANTING : SIDOREJO



Jumlah Penduduk : 1.824 orang
Islam : 1.555 orang
Warga Muhammadiyah (NBM) : 30 orang
Warga Muhammadiyah (belum ber NBM) : 30 orang
Simpatisan : 30 orang
Kristen : 173 orang
Lain-lain (sebutkan) Katholik : 6 orang

Jumlah Tempat Ibadah
Masjid (dikelola warga Muhammadiyah) : 3 buah
Mushola (dikelola warga Muhammadiyah) : 1 buah
Masjid (tidak dikelola Muhammadiyah) : 1 buah
Mushola (tidak dikelola warga Muhammadiyah) : 3 buah
Pondok Pesantren (Muhammadiyah) : - buah
Pondok Pesantren (bukan Muhammadiyah) : - buah
Gereja : 2 buah
Lain-lain (Sebutkan) ……………… : - buah

Jumlah Tokoh Agama
Muhammadiyah : 3 orang
NU : 2 orang
Kristen : 4 orang
Lain-lain (sebutkan) : - orang



Biodata Muballigh Muhammadiyah

1. SAIRI MUHTAR
Pendidikan: SLTA
Umur: 53 tahun
Pekerjaan: -

2. Drs. MUSTOFA BAKIR
Pendidikan: S1
Umur: 42 tahun
Pekerjaan: DOSEN

3. SATIBI
Pendidikan: D1
Umur: 50 tahun
Pekerjaan: SWASTA

4. HERMAWANTO, S.Pd
Pendidikan: S1
Umur: 27 tahun
Pekerjaan: SWASTA




Keaktifan Pengajian
Mingguan : 3 kali
Tengah Bulanan : - kali
Bulanan : 2 kali
Jenis Pengajian (siraman Rohani, kajian, lain-lain sebutkan) : Peringatan PHBI
Pengajian anak-anak (sebutkan berapa kali seminggu) : 6 kali

Selasa, 21 Oktober 2008

ISLAM SEBAGAI PILIHAN HIDUP

Banyak orang yang memilih Islam karena merasa lebih rasional dan lebih cocok dengan hati nuraninya, tetapi tidak sedikit pula yang memilih Islam karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, “ikut-ikutan” pada pilihan orang tua yang sudah masuk Islam lebih dulu. Walaupun mengikuti tradisi – asal tradisi yang baik – juga baik, namun karena Allah sudah memberikan potensi akal dan nurani kepada manusia, maka akan lebih baik jika potensi tersebut disyukuri dengan cara memaksimalkan penggunaannya sesuai keinginan
Sang Maha Pemberi dan Pengatur, yakni Allah SWT.

Pada bab ini akan dipaparkan mengapa Islam harus dijadikan sebagai pilihan hidup. Namun untuk lebih menyegarkan kembali pemahaman kita tentang Islam, maka akan sedikit dibahas tentang makna Islam.

Secara bahasa, Islam berasal dari kata silmun atau salamun yang berarti selamat (as-salam), damai dan tentram (al-shulhu wa al-aman), berserah diri (al-istislam), tunduk (al-khudlu/al-idzan), patuh (al-tha’ah). Jadi, Islam berarti keselamatan dan kedamaian karena berserah diri hanya kepada Allah SWT. Sedangkan Islam menurut istilah adalah Din atau agama yang bersumber dari Allah dibawa melalui para Rosul-Nya, sejak nabi pertama (Nabi Adam) hingga nabi terakhir (Nabi Muhammad) untuk kemaslahatan manusia di dunia dan diakhirat

Namun karena agama-agama samawi (langit) sudah dirubah oleh manusia sehingga tidak orisinil lagi, maka istilah “Islam” hanya ditujukan kepada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yakni sesuatu yang diturunkan Allah SWT didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih berupa aturan yang berisi perintah, larangan dan petunjuk untuk kemaslahatan manusia di dunia maupun di akhirat kelak (lihat : Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, Kitab Masalah Lima, hlm. 278).

Bagi orang yang beriman dan berakal (berilmu), tentu ada alasan kenapa Allah sampai menegaskan : “Sesungguhkan agama di sisi Allah hanyalah Islam” (Q.S Ali Imran (3) : 19). Diantara alasan kenapa Islam satu-satunya yang dianggap sebagai “din” (agama yang benar) di sisi Allah sehingga pantas dijadikan sebagai pilihan hidup adalah sebagai berikut :
Islam adalah ajaran rabbaniyah (ketuhanan)
Islam adalah ajaran insaniayah (kemanusiaan)


Rabbaniyah

Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulillah SAW dirancang oleh Allah untuk mengatur hidup manusia demi terciptanya kemaslahatan hidup mereka di dunia maupun di akhirat. Tetapi mustahil hal ini dapat dicapai tanpa memperbaiki hubungan dengan Allah SWT karena akhirnya seluruh manusia akan kembali dan menuju kepada-Nya. Allah berfirman : “Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhan-mu, maka pasti kamu akan menemui-Nya” (Q.S Al-Insyiqaq (84) : 6).

Untuk menuju kepada Allah SWT maka manhaj (metode) yang digunakan haruslah manhaj Rabbani (metode ketuhanan) yang murni bersumber dari Allah yang dirisalahkan kepada Rasul-Nya yang terakhir yakni Nabi Muhammad SAW. Murni yang dimaksud di sini adalah ajaran Islam selamat dari penyimpangan dan percampur adukan dengan spekulasi-spekulasi pemikiran manusia, yakni murni sumbernya, murni aqidah-nya (theologi), dan murni syariat-nya (hukum-hukumnya). Allah sendiri menjamin kemurnian sumber ajarannya, seperti yang tertuang dalam firman-Nya : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Dziki( yakni Al-Qur’an) dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya” (Q.S Al Hijr (15) : 19).

Hanya Al-Qur’an satu-satunya Kitab Suci dari Allah yang masih terpelihara dari perubahan akbat “ulah jahil” manusia. Kesucian Al-Qur’an dapat terjaga karena memang ada jaminan penjagaan dari Allah. Siapapun - termasuk Nabi sekalipun - tidak mempunyai wewenang dan kemampuan membuat Al-Qur’an. Allah SWT mengancam Nabi jika berani memalsukan Al-Qur’an, seperti dalam firman-Nya :”Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya”(Q.S Al-Haqqah (69) : 43-46).


Insaniyah

Jika kita merenungkan ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an, memikirkan tema-temanya dan fokus perhatiannya, maka kita akan berkesinpulan bahwa Al-Qur’an itu memang diturunkan sebagai pedoman hidup untuk manusia. Itulah sebabnya penyebutan manusia di dalam Al-Qur’an disebut berulang kali dengan berbagai istilah seperti : al-Insan sebanyak 63 kali, al-Nas sebanyak 240 kali, Bani Adam sebanyak 6 kali dan basyar sebanyak 25 kali. Dalam ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun saja (Q.S Al-‘Alaq (96) : 1-5) kata al-Insan disebut 2 kali.

Selain itu, sosok nabi yang dikirimkan Allah sebagai teladan dan pemberi kabar untuk umat manusia dari kalangan manusia juga. Perjalanan hidupnya (biografinya) tercatat dalam sejarah umat manusia, yang menunjukan keberadaannya tak terbantahkan oleh sejarah. Dalam banyak kesempatan, Al-Qur’an selalu memperkuat kemanusiaan Nabi Muhammad SAW, seperti firman Allah SWT : “Katakanlah : “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku : “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa …” (Q.S Al Kahfi (18) : 110).

Karena Nabi Muhammad SAW juga manusia biasa, maka pantaslah beliau menjadi teladan bagi semua manusia (Q.S Al Ahzab (33) : 21).

Hal yang lain adalah rangkaian ibadah mahdhah (ibadah yang tata aturannya sudah ditetapkan sedemikian rupa) yang seakan-akan hanya berhubungan langsung dengan Tuhan, ternyata selalu dikaitkan dengan perhatian terhadap aspek kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan. Hal ini bisa kita lihat pada kewajiban shalat yang dikaitkan dengan pencegahan terhadap perbuatan keji dan munkar (lihat Q.S Al-Ankabut (29) : 45), atau kecelakaan bagi orang yang shalat tetapi hanya sekedar formalitas belaka dan enggan memberkan bantuan (lihat Q.S A Ma’un (107) : 4-7). Demikian pula kewajiban menunaikan zakat/shadaqah yang disamping bertujuan untuk penyucian jiwa dan harta juga sekaligus untuk menggembirakan orang lain dengan membebaskan /meringankan penderitaan orang lain dari himpitan kefakiran. Ibadah puasa dan haji pun disamping berdimensi ketuhanan (rabbaniyah) juga sekaligus berdimensi kemanusiaan (insaniyah).

Ini menunjukan bahwa Islam yang bersumberkan dari Al-Qur’an dan as-Sunnah benar-benar ditujukan untuk manusia sehingga ajarannya pun disesuaikan dengan fitrah (kodrat dasar) dan kemampuan manusia. Karena Allah Maha Pencipta dan Maha Mengetahui detail keadaan ciptaan-Nya, sehingga din al-Islam sebagai syariat/aturan Allah untuk manusia disesuaikan dengan keadan hamba-Nya, seperti dalam firman Allah : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Q.S Al Baqarah (2) : 286).

Islam mengakui adanya nafsu sex yang dimiliki manusia tetapi bukan untuk dikekang seperti para romo/pastur dan biksu yang tidak menikah, seperti firman Allah SWT : “….dan mereka mengada-adakan rahbaniyah (tidak menikah)” (Q.S Al Hadid (57) : 27) dan bukan pula untuk diumbar secara bebas seperti kaum hedonis. Tetapi nafsu haruslah dikuasai agar bisa dikendalikan dan disalurkan di tempat yang dibenarkan syar’i (ketentuan islam), dan bukan sebaliknya, nafsulah yang mengendalikan kita.

Sebagai agama fitrah, Islam pun menyadari bahwa sebagian manusia menyenangi pada perhiasan dan membolehkan untuk dimanfaatkan selama proposional dan tidak berlebihan dalam timbangan agama (lihat Q.S Al-A’raf (7) : 31-32).

Hak Asasi Manusia (HAM)

Sebelum dunia mengenal adanya Hak Asasi Manusia, 14 abad yang silam, Islam datang dengan mendeklarasikan bahwa manusia mempunyai hak yang harus dijaga, sebagaimana dia mengemban kewajiban yang harus dilaksanakan (lihat juga inti Piagam Madinah). Diantara hak tersebut antara lain :
Hak hidup manusia
Islam memandang hidup sebagai karunia dari Allah SWT dimana tidak ada seorang pun yang boleh merampasnya. Seorang tuan tidak boleh merampas hak hidup budaknya, pemerintah tidak boleh merampas hak hidup rakyatnya, dan orang tua tidak boleh merampas hak hidup anaknya. Oleh karenanya, Allah melarang membunuh anak wanita karena malu (lihat Q.S At-Takwir (81) : 8-9) dan membunuh anak karena takut miskin (Q.S Al Isra’ (17) : 31)

Dalam hak hidup, Islam tidak membedakan antara orang yang merdeka atau budak, bahkan sampai pada janin yang masih ada dalam kandungan mempunyai hak untuk dihormati, tidak boleh digugurkan, meskipun ia dari hasil hubungan perbuatan yang haram. Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup umat manusia, Islam mensyariatkan hukum qishash bagi orang yang membunuh secara sengaja, tanpa alasan dan prosedur yang benar. Firman Allah : “Dan dalam qishash itu ada jaminan (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai oarang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa” (Q.S Al Baqarah (2) : 179).

Disini Islam lebih memilih mengorbankan seseorang yang memang bersalah (karena membunuh) agar orang banyak bisa merasa lebih aman karena terlindungi hak hidupnya dan agar mereka bisa mengambil pelajaran supaya tidak gampang merasa hak hidup orang lain.

Penghormatan terhadap hak hidup setiap insan lebih dipertegas lagi oleh Allah dengan firman-Nya : “… barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya” Q.S Al-Maidah (5) : 32).
Hak meyakini sebuah agama dan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang diyakininya
Meskipun Islam diyakini sebagai satu-satunya din yang paling benar dan diridhai oleh Allah SWT, namun dalam menyampaikan Islam tidak boleh dengan pemaksaan, seperti firman Allah SWT : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)…”(Q.S Al-Baqarah (2) : 256). Oleh karenanya, keyakinan pada suatu agama dan pelaksanaan ritual keagamaannya kembali harus berjalan sendiri-sendiri tanpa ada tekanan dari pihak manapun, seperti firman Allah : “Bagimu agamamu, bagiku agamaku” (Q.S Al-Kafirun (109) : 6). Bahkan jika umat Islam mayoritas dan berkuasa di suatu wilayah maka mereka diwajibkan memberikan perlindungan kepada pelaksanaan ibadah agama lain. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT : “…Dan sekiranya Allah tidak mencegah sebagian manusia kepada sebagian lainnya, maka runtuhlah biara-biara, gereja-gereja, sinagong-sinagong dan tempat peribadatan lainnya yang di dalamnya banyak disebutkan nama Allah…” (Q.S Al-Hajj (22) : 40).

Hal inilah yang kemudian mengilhami munculnya Piagam Madinah yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya yang berisi deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM). Inti Piagam Madinah tersebut adalah bahwa masing-masing merdeka mengerjakan agamanya dan tidak boleh saling mengganggu, dan wajib saling menjaga dan membantu keamanan antara mereka.
Hak kemuliaan dan penjagaan kehormatan
Islam mengharamkan menginjak-injak kehormatan manusia sebagaimana mengharamkan darah dan harta bendanya. Kata Nabi SAW :”Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada kalian, darah, kehormatan dan harta kalian” (HR. Bukhari Muslim).
Untuk itu, manusia tidak boleh disakiti baik secara fisik maupun non fisik, misalnya dengan mempermalukan/merendahkan harga dirinya, mengumpat, mencela, memberikan gelar yang jelek, ghibah (menggunjing/gosip) dan semacamnya (Q.S Al-Hujurat (49) : 11-12).
Hak hidup berkecukupan
Di dalam ajaran Islam, jika ada orang yang pendapatannya tidak memadai, maka kerabat-kerabatnyalah yang berkecukupan yang paling berkewajiban membantunya. Allah berfirman : “Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah” (Q.S Al-Anfal (7) : 75).
Jika tidak ada kerabat yang berkecukupan, maka harus diambilkan dari zakat kaum muslimin yang lain, sampai tercukupinya kebutuhan hidupnya. Kata sahabat Umar r.a : “Jika Anda memberi, maka cukupkanlah”


Syumul

Islam itu universal (syumul) yang meliputi semua zaman, kehidupan dan eksistensi manusia.

Islam adalah risalah semua zaman. Islam adalah risalah yang dibawa para nabi sejak Nabi Adam a.s sampai nabi terakhir yakni Nabi Muhammad SAW, yang misinya adalah menyerukan kepada tauhidullah (menyembah/mengabdi kepada Allah) dan menjauhi thagut. Allah SWT berfirman : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut itu” (Q.S An-Nahl (13) : 36).

Demikian juga firman Allah : “Dan Kami tidak mengutus rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku” (Q.S An-Anbiya (21) :25).

Pernyataan para Nabi bahwa mereka semua muslim bisa dilihat antara lain dalam Q.S Yunus (10) : 72, Q.S Al-Baqarah (2) : 128 dan 132, Q.S Yusuf (12) : 101, Q.S Al-A’raf (7) : 126, Q.S An-Naml (16) : 31, Q.S Ali Imran (3) : 52, dan lain sebagainya.

Islam adalah risalah bagi seluruh alam semesta (rahmatan lil ‘alamin). Firman Allah SWT : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. Katakanlah : “Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah : “Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, maka tidakkah kamu berserah diri (kepada-Nya)” (Q.S Al-Anbiya (21) : 107-108).

Demikian juga firman Allah SWT : “Katakanlah : “Hai manusia sesungguhnya aku (Muhammad) adalah utusan Allah kepadamu semua” (Q.S Al-A’raf (7) : 128).

“Dan kami tidak mengutus kamu (Muhammad, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan …” (Q.S Saba’ (34) : 28). Bahkan dalam Q.S Al-Furqan (25) : 1 dan Q.S Shad (38) : 87 dikatakan bahwa Al-Qur’an sebagai peringatan bagi seluruh alam semesta.

Islam adalah agama dalam seluruh fase dan sektor kehidupan. Islam mengatur seluruh fase kehidupan manusia dari semenjak sebelum dia belum lahir, masa bayi, kanak-kanak, remaja, tua, bahkan sampai setelah dia meninggal dunia. Tidak ada jenjang kehidupan yang berlalu begitu saja, kecuali Islam mempunyai bimbingan, arahan dan ketentuan di dalamnya. Demikian pula Islam merupakan risalah bagi manusia pada seluruh sektor kehidupan dan segala aktifitas kemanusiaannya, baik yang bersifat material ataupun spiritual, individu ataupun sosial, dan gagasan ataupun operasional. Islam menolak pemisahan kehidupan menjadi dua bagian (dikotomi). Konsep dikotomi ini awalnya berasal dari tokoh-tokoh Nasrani yang menyandarkan statemennya kepada Injil mereka, “Berikanlah apa yang menjadi hak milik kaisar kepada kaisar, dan berikanlah apa yang menjadi hak milik Allah kepada Allah”. Penolakan Islam terhadap pemisahan ini didasarkan pada argumentasi bahwa Islam menjadikan seluruh alam semesta beserta isinya adalah mutlak milik Allah SWT. Allah SWT berfirman : “Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi …” (Q.S Yunus (10) : 66). Dan juga : “…padahal kepada-Nya lah berserah diri segala apa yang ada dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan” (Q.S Ali Imran (3) : 83).

Oleh karenanya, Islam tidak memisahkan persoalan politik, negara, ekonomi dengan sisten akhlak Islam.

Oleh karena Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, diturunkan untuk seluruh manusia dalam rentang waktu dan tempat (lihat Q.S Al-Anbiya (21) : 107, maka Islam secara otomatis mencakup segala aspek/bidang kehidupan, kapan pun dan di manapun. Tidak ada aspek kehidupan yang dilupakan dalam Islam. Firman Allah : “…Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab…” (Q.S Al-An’am (6) : 38).

Di sini akan dijelaskan secara singkat tentang universalitas aspek ajaran Islam :
Syumuliyah (universalitas) Aqidah Islam
1. Aqidah (Islamic theology) Islam bersifat universal karena mampu menjelaskan secara tuntas dan utuh terhadap seluruh masalah besar dalam persoalan kehidupan manusia, seperti masalah uluhiyah (ketuhanan), alam semesta, manusia, nubuwwah (kenabian) dan tempat kembali (akhirat).
2. Aqidah Islam bersifat universal karena tidak pernah membagi manusia di antara dua tuhan, yakni : Tuhan kebaikan dan cahaya, dengan Tuhan kejahatan dan kegelapan seperti dalam agama Majusi. Atau tidak membagi manusia diantara Allah dan setan yang dalam Injil dikenal dengan istilah “Pemimpin Alam” dan “Tuhan Kehidupan” dimana setan mempunyai kerajaan dunia sedang Allah mempunyai kerajaan langit. Dalam Islam, setan tidak mempunyai kuasa terhadap manusia kecuali kekuatan menggoda, merayu dan menyeru kepada kejahatan dan kesesatan. Pengakuan syaitan sebagaimana digambarkan Allah SWT dalam Al-Qur’an : “Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku.” (Q.S Ibrahim (14) : 22). “Sesungguhnya syaitan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersatukannya dengan Allah.” (Q.S An-Nahl (16) : 99-100).
3. Aqidah Islam bersifat universal karena ia tidak hanya disandarkan pada instink atau perasaan semata sebagaimana filsafat-filsafat ketimuran dan aliran-aliran thasawuf (Islamic mysticism) atau pada rasio akal (akal pikiran) semata sebagaimana filsafat-filsafat kemanusiaan yang menjadikan akal pikiran sebagai satu-satunya media untuk mengenal Allah atau media untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan, tetapi aqidah Islam disandarkan pada akal dan hati nurani secara bersamaan.
4. Aqidah Islam bersifat universal karena merupakan aqidah yang utuh, tidak mengenal pemilahan-pemilahan. Seseorang baru dikatakan seorang mu’min (orang yang beriman) bila ia mengimani Allah dan segala aspek yang datang dari-Nya. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan : “Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) diantara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (Q.S An-Nisa’ (4) : 150-151). Dan : “…Apakah kamu beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat…” (Q.S Al Baqarah (2) : 85).
Syumuliyah (universalitas) Syari’at Islam
Syari’at Islam mencakup tata aturan bagi individu, keluarga, sosial kemasyarakatan, negara dan hubungan internasional.

Ibadah Islam dalam arti luas mencakup seluruh aspek keberadaan manusia. Seorang muslim tidak beribadah kepada Allah hanya dengan lisannya saja, atau anggota badannya saja, atau hatinya saja tanpa mengikutsertakan akal dan inderanya. Tetapi ia beribadat dengan semuanya ini. Dengan hatinya ia berharap dan takut, dengan lisannya dia berdzikir dan berdoa, dengan badannya ia shalat, puasa dan berjihad, dengan akalnya ia berfikir dan merenung, dan dengan inderanya ia pergunakan sesuai dengan kehendak Allah.
Syumuliyah (universalitas) Akhlak Islam

Akhlak Islam (Islmic etnic) menjangau seluru aspek kehidupan manusia tanpa kecuali, baki itu yang bersifat rohani maupun jasmani, intelektual atau instink, individual atau sosial, dan lain-lain.

Cakupan pembahasan akhlak Islam bisa dilihat sebagai berikut :
Yang berkenan dengan individu dalam semua seginya, seperti : kebutuhan jasmani dan keterbatasannya (Q.S Al-A’raf (7) : 31), potensi akal untuk menalar kejadian sekitarnya (Q.S Yunus (10) : 101), jiwa yang mempunyai potensi suci dan kotor (Q.S Asy-Syams (91) : 9-10).
Akhlak Islam yang berkaitan dengan kehidupan keluarga, seperti : hubungan antara suami-istri (Q.S An-Nisa’ (4) : 19), hubungan dan tanggung jawab antara orang tua (Q.S Al-Israa’ (17) : 31) dan anak (Q.S Al-Ahqaaf (46) : 15), hubungan antar kerabat (Q.S An-Nahl (16) : 90 dan Q.S Al-Israa’ (17) : 26).
Yang berkaitan dengan kemasyarakatan dan kenegaraan, seperti : adab bertamu (Q.S An-Nur (24) : 27) dan menerima tamu (HR. Bukhari Muslim), etika melakukan transaksi jual-beli (Q.S Al-Muthaffi (83) : 1-3) atau utang-piutang (Q.S Al-Baqarah (2) : 282), politik dan pemerintahan (Q.S An-Nisa’ (4) : 58).
Yang berkaitan dengan akhlak terhadap makhluk Allah yang lain, seperti akhlak terhadap hewan (Q.S Al-An’am (6) : 38), tumbuhan dan lingkungan lainnya (Q.S Ar-Rum (30) : 40).


Wasthiyyah dan tawazun

Yang dimaksud dengan moderat atau seimbang di sini adalah keseimbangan antara dua hal yang saling berhadapan, dimana salah satu dari keduanya tidak bisa berpengaruh dengan sendirinya dengan mengabaikan yang lain. Contoh dua hal yang saling berhadapan adalah antara : ruhiyyah (spiritualisme) dengan maddiyah (materialisme), fardiyyah (individu) dengan jama’iyyah (kolektif), waqi’iyah (kontektual) dengan tathawwur (perubahan).

Penciptaan alam semesta beserta isinya adalah fenomena tawazun. Allah berfirman : “ Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran” (Q.S Al Qomar (54) : 49). “dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya” (Q.S Al-Furqan (25) : 2). “Kamu tidak akan melihat pada ciptaan Allah yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (Q.S Al-mulk (67) : 3).

Al-Wasthiyyah dalam ajaran Islam. Dalam hal keyakinan Islam, adalah agama yang bukan dianut oleh kaum khufat (berlebih-lebihan dalam keyakinan dan ibadah sehingga mempercayai sesuatu tanpa dalil), dan bukan oleh kaum maddiyyin (yang mengingkari segala sesuatu yang tidak dapat terjangkau oleh indera), tetapi Islam mengajak berkeyakinan apabila keyakinan itu memiliki dalil yang pasti dan kuat (lihat Q.S Al-baqarah (2) : 111). Islam bukan dianut oleh kaum atheis (menafikkan Tuhan) dan bukan oleh kaum polytheis (meyakini banyak Tuhan), tetapi Islam mengajak beriman pada Tuhan Yang Satu (Esa), Yang Maha Agung, Tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan.

Dalam ibadat dan syari’at, Islam bukanlah agama yang hanya mementingkan sisi ibadat ritual dan menjauhi hal-hal yang bersifat kebutuhan manusiawi duniawi. Contoh yang sangat jelas terdapat dalam Q.S Al-Jumu’ah (62) : 9-10 : “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”.

Dalam sistem akhlak, Islam bukanlah agama yang menganggap manusia seperti malaikat, yang kemudian membuat aturan yang mustahil dapat dikerjakan oleh manusia, dan bukan pula menyamakan manusia dengan binatang yang kemudian membuat aturan tanpa aturan (bebas). Tetapi Islam memandang manusia sebagai makhluk yang berakal yang memiliki potensi kebinatangan (nafsu syahwat dan instink) dan potensi kemalaikatan (spiritualitas rohani). Allah berfirman :”..dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) ke-fasikan-an (kerusakan) dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang mengotorinya.” (Q.S Asy-Syams (91) : 7- 10).

Rabu, 15 Oktober 2008

AL QURAN DAN IPTEK

Sebagian orang yang rendah pengetahuan ke-Islamannya beranggapan bahwa Al Quran adalah sekedar kumpulan cerita-cerita kuno yang tidak mempunyai manfaat yang signifikan terhadap kehidupan modern, apalagi jika dikorelasikan dengan IPTEK saat ini.

Al Quran menurut mereka cukuplah dibaca untuk sekedar mendapatkan pahala bacaannya, tidak untuk digali kandungan ilmu di dalamnya. Apalagi untuk dapat menjawab permasalahan-permasalahan dunia modern dan diterapkan dalam segala aspek kehidupan, hal itu adalah sesuatu yang nonsense.

Anggapan-anggapan di atas merupakan indikasi bahwa orang tersebut tidak mau berusaha untuk membuka Al Quran dan menganalisis kandungan ayat-ayatnya. Oleh karenanya, anggaran tersebut sangat keliru dan bertolak belakang dengan semangat Al Quran itu sendiri.

Bukti-bukti di bawah ini menunjukkan yang sebaliknya :
  • Bahwa wahyu yang pertama diturunkan Allah SWT kepada Nabi-Nya Muhammad SAW adalah perintah untuk membaca atau belajar (Q.S 96 : 1-5) dan menggunakan akal, bukan perintah untuk shalat, puasa atau zikrullah. Demikian tinggi hikmah turunnya ayat ini, menunjukkan perhatian Islam yang besar terhadap ilmu pengetahuan.
  • Bahwa Allah SWT mengangkat manusia (Adam AS) sebagai khalifah-Nya di muka bumi dan bukan para malaikat-Nya sebab adanya ilmu pengetahuan (Q.S 2 : 31-22). Dengan kelebihan ilmu pengetahuan itu, Allah SWT memuliakan Adam AS sehingga memerintahkan para malaikat-Nya untuk bersujud kepada Adam AS.
  • Manusia yang memiliki derajat paling tinggi di sisi Allah SWT adalah manusia yang memiliki iman dan ilmu (Q.S 58: 11). Mengapa? Karena iman membawa manusia kepada ketinggian di akhirat (fi akhirati khasanah), dan ilmu membawa manusia kepada ketinggian di dunia (fid dunya khasanah).
  • Syarat manusia yang berhak diangkat menjadi pemimpin dalam Islam ada dua hal, yaitu : ilmu yang tinggi dan fisik yang sehat (Q.S 2 : 247). Ini menunjukkan betapa tinggi penghargaan Islam kepada nilai-nilai ilmu dan nilai-nilai kesehatan.
  • Bahkan Allah SWT melarang manusia untuk melakukan suatu pekerjaan atau perbuatan tanpa memiliki ilmunya (Q.S 17 : 36). Artinya, bahwa Islam sangat menghargai spesialisasi dalam berbagai bidang ilmu dan menganjurkan umatnya untuk menjadi seorang yang profesional sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing (menjadi expert dalam bidangnya).

Kemunduran Umat Islam
Sejarah menunjukkan bahwa pada masa kaum Muslimin mempelajari dan melaksanakan ajaran agamanya dengan benar, maka mereka memimpin dunia dengan pakar-pakar yang menguasai dalam disiplin ilmunya masing-masing sehingga Barat pun belajar dari mereka. Baru di masa kaum muslimin meninggalkan ajaran agamanya, tergiur dengan kenikmatan duniawi, dan berpaling ke Barat, Allah SWT merendahkan dan menghinakan mereka.

Sungguh Rasulullah SAW telah memperingatkan umatnya akan hal ini, sebagaimana dalam hadisnya :
Kelak akan datang suatu masa dimana kalian akan menjadi seperti makanan di atas piring yang dihadapi oleh orang-orang yang kelaparan. Maka para sahabat bertanya, “Apakah karena jumlah kita sedikit saat itu, ya Rasulullah? Jawab Nabi SAW, “Bahkan jumlah kalian sangat banyak. Tetapi kalian terkena penyakit “wahn”! Tanya para sahabat, “Apa itu “wahn” ya Rasulullah? Jawab Nabi SAW, “kalian cinta dunia dan takut mati”.


Sistem Penurunan Ilmu

Adapun sistem penurunan ilmu dari Allah SWT kepada manusia secara singkat dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :


Sumber-sumber Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Setelah kita mengetahui betapa tinggi perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan dan betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus belajar, maka Islam pun mengatur dan menggariskan kepada umatnya agar mereka menjadi umat yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan dan dalam segala hal), agar mereka tidak salah dan tersesat, dengan memberikan bingkai sumber-sumber pengetahuan berdasarkan urutan kebenarannya sebagai berikut :

Al Quran dan As Sunnah
Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan Al Quran dan As Sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan keduanya langsung dari sisi Allah SWT dan dalam pengawasan-Nya, sehingga terjaga dari kesalahan, dan terbebas dari segala vested interest apapun. Kewajiban mengambil ilmu dari keduanya SAW sebagai pemimpin dalam segala hal (Q.S 33 : 21)

Alam semesta
Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk memikirkan alam semesta (Q.S 3 : 190:192), dan mengambil berbagai hukum serta manfaat darinya. Beberapa ayat-ayat yang telah dibuktikan oleh pengetahuan modern, seperti :
  • Ayat tentang asal mula alam semesta dari kabut atau nebula (Q.S 41:11)
  • Ayat tentang urutan penciptaan (Q.S 79 : 28-30) : Kegelapan (nebula dari kumpulan H dan He yang bergerak pelan). Adanya sumber cahaya akibat medan magnetik yang menghasilkan panas radiasi termonuklir (bintang dan matahari) pembakaran atom H menjadi He lalu menjadi C lalu menjadi O baru terbentuknya benda padat dan logam seperti planet (bumi) panas turun menimbulkan kondensasi baru membentuk air baru mengakibatkan adanya kehidupan (tumbuhan).
  • Ayat bahwa bintang-bintang merupakan sumber panas yang tinggi (Q.S 86:3), matahari sebagai contoh tingkat panasnya mencapai 6000 derajat Celcius.
  • Ayat tentang ekspansi kosmos (Q.S 51:47)
  • Ayat bahwa planet berada pada sistem tata surya terdekat (sama’ad dunya) (Q.S 37:6)
  • Ayat yang membedakan antara planet sebagai pemantul cahaya (nur kaukab) dengan matahari sebagai sumber cahaya (siraj) (Q.S 71 : 16)
  • Ayat tentang gaya tarik antar planet (Q.S 27 : 88)
  • Ayat bahwa matahari dan bulan memiliki waktu orbit yang berbeda-beda (Q.S 55 : 5) dan garis edar sendiri-sendiri yang tetap (Q.S 36 : 40)
  • Ayat bahwa bumi ini bulat (kawwara-yukawwiru) dan melakukan rotasi (Q.S 39 : 5)
  • Ayat tentang tekanan udara rendah di angkasa (Q.S 6 : 125)
  • Ayat tentang akan sampainya manusia (astronaut) ke ruang angkasa (in bedakan dengan lau) dengan ilmu pengetahuan (sulthan) (Q.S 55 : 33)
  • Ayat tentang jenis-jenis awan, proses penciptaan hujan es dan salju (Q.S 24 : 43)
  • Ayat tentang angin sebagai mediasi dalam proses penyerbukan (pollen) tumbuhan (Q.S 15 : 22)
  • Ayat bahwa pada tumbuhan terdapat pasangan bunga jantan (etamine) dan bunga betina (ovules) yang menghasilkan perkawinan (Q.S 13 : 3)
  • Ayat tentang proses terjadinya Air Susu Ibu (ASI) (farst), lalu diserap oleh darah (dam), lalu ke kelenjar air susu (Q.S 16 : 66). Perlu dicatat bahwa sistem peredaran darah baru ditemukan oleh Harvey 10 abad setelah wafatnya Muhammad SAW.
  • Ayat tentang penciptaan manusia dari air mani yang merupakan campuran (Q.S 76 : 2). Mani merupakan campuran dari 4 tahapan testicules (membuat spermatozoid), vescules seminates prostate (pemberi warna dan bau), cooper dan mary
  • Ayat bahwa zyangote dikokohkan tempatnya dalam rahim (Q.S 22:5), dengan tumbuhnya villis yang seperti akar yang menempel pada rahim.
  • Ayat tentang proses penciptaan manusia melalui mani (nutfah), zygote yang melekat (‘alaqah) segumpal daging : embryo (mudghah) dibungkus oleh tulang dalam misenhyme (‘idhama) tulang tersebut dibalut otot dan daging (lahma) (Q.S 23:14)
(membuat cairan yang bersama mani), (pemberi cairan yang melekat dan lendir).
Diri Manusia
Allah SWT memerintahkan agar manusia memperhatikan tentang proses penciptaan,baik secara fisiologi:fisik (Q. S 86:5) maupun biologis:jiwa manusia tersebut (Q. S 91:7-10)


Sejarah
Allah SWT memerintahkan manusia agar melihat kebenaran wahyu-Nya melalui lembar-lembar sejarah (Q.S 12:111). Jika manusia masih ragu akan kebenaran wahyu-Nya, dan masih ragu akan datangnya hari Pembalasan, maka perhatikanlah kaum Nuh, Hud, Shalih, Fir’aun dan sebagainya, yang kesemuanya keberadaannya dibenarkan dalam sejarah hingga saat ini.


Pembagian Ilmu yang Wajib Dipelajari
Islam membagi ilmu yang wajib dipelajari ke dalam dua kelompok, yaitu :
  • Fardhu ‘ain, yaitu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim tanpa kecuali, diantaranya : akidah, ibadah, tazkiyyah-nafs, akhlak dan lain-lain. Jika seorang muslim tidak mengetahui dan mempelajarinya, maka ia akan merugi. Kenapa? Hal ini dikarenakan ilmu ini harus dimiliki oleh setiap orang agar kehidupan pribadinya selamat di dunia dan di akhirat, dan agar kehidupan bermasyarakat pun menjadi terjaga dan berjalan dengan baik.
  • Fardhu Kifayah, yaitu ilmu yang hukum wajib-nya menjadi gugur jika sudah ada sebagian kelompok umat Islam yang telah mempelajarinya. Dalam hal ini adalah ilmu-ilmu yang bersifat keduniawian, misal : kedokteran, ilmu tanah, teknik bangunan, dan lain sebagainya.

Hal ini sangat sesuai dengan kondisi kebutuhan manusia, karena ilmu jenis ini tidak harus dipelajari oleh semua orang (berbeda dengan kelompok ilmu pertama diatas), melainkan Islam menghargai spesialisasi sesuai dengan disiplin ilmu yang diminati oleh masing-masing orang


Tambahan bukti-bukti bahwa Islam concern dengan IPTEK.
1) Dari air dijadikan segela sesuatu yang hidup.

Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (The Noble Quran, 21:30)"

"Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (The Noble Quran, 24:45)"

Protoplasma merupakan zat utama pembentuk tubuh makluk hidup. Dan 80 sampai 85% protoplasma terdiri dari air. Tepat sama dengan apa yang dikatakan Al Qur’an 1400 tahun yang lalu di daerah gurun yang jarang air.

"Protoplasm is the basis of all living matter, and 'the vital power of protoplasm seems to depend on the constant presence of water' (Lowsons' Text-book of Botany, Indian Edition. London 1922, p. 23

'Living protoplasm always contains a large amount of water.' " (T.J. Parker and W.A. Haswell, Textbook of Zoology, London, 1910, Vol I. p. 15)


2) Madu sebagai obat yang menyembuhkan.

kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. [An Nahl (16) : 69].

Terang sekali bahwa Al Qur’an 14 abad yang lalu mengatakan bahwa didalam madu terdapat obat yang dapat menyembuhkan manusia. Hal ini ternyata sangat sesuai dengan penenlitian modern tentang madu.

From

3) Al Qur’an menerangkan bahwa langit dan bumi itu dulunya satu lalu dipisahkan. Teori Big bang.

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? [Al Anbiyaa’ ( ) : 30].

Tepat seperti penemuan para Ilmuwan.

4) Di laut yang dalam tidak ada cahaya.

Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun. [An Nuur(24):40]

Lingkungan di laut dalam digambarkan dalam buku yang berjudul oceans:

Kegelapan di laut dalam ditemukan sekitar kedalaman 200 meter dan di bawahnya. Pada kedalaman ini, hampir tidak ada cahaya. Dibawah kedalaman 1000 meter tidak ada cahaya sama sekali

Sekarang, kita mengetahui mengenai struktur umum dari laut, ciri-ciri makhluk hidup didalamnya, salinitasnya, maupun jumlah air yang terdapat didalamnya, luas permukaan dan kedalamannya. Kapal selam dan peralatan khusus, yang dikembangkan dengan tekhnologi modern, memungkinkan ilmuwan untuk mendapatkan informasi ini.

Manusia tidak dapat menyelam lebih dari 40 meter tanpa bantuan peralatan khusus. Mereka tidak dapat hidup dikedalaman tanpa bantuan, dalam bagian gelap lautan, seperti pada kedalaman 200 meter. Oleh karena itu, ilmuwan hanya baru-baru ini saja menemukan potongan informasi rinci mengenai laut. Tetapi, pernyataan "kedalaman didalam lautan" digunakan dalam Surat An-Nur 1400 tahun yang lalu. Jelas ini merupakan salah satu mukjizat Al-Qur'an bahwa informasi tersebut diberikan ketika tidak ada peralatan yang tersedia guna memungkinkan manusia menyelam ke kedalaman laut.

Disamping itu, pernyataan didalam ayat 40 surat An-Nur "...." memperlihatkan

kepada kita mukjizat yang lain dari Al-Qur'an.

Ilmuwan baru-baru ini menemukan bahwa terdapat gelombang internal, yang "terjadinya pada batas densitas atau kerapatan antara lapisan-lapizsan yang berbeda". Gelombang internal ini menutup perairan yang dalam dari laut dan samudera karena air dalam mempunyai kerapatan yang lebih tinggi daripada air di atasnya. Gelombang internal berperilaku seperti gelombang permukaan. Mereka pecah, seperti gelombang permukaan. Gelombang internal tidak dapat dilihat oleh mata manusia, tetapi dapat dideteksi dengan mempelajari suhu atau perubahan salinitas pada lokasi tertentu.

Pernyataan dalam Al-Quran persis sama seperti penjelasan diatas. Tanpa riset, kita hanya dapat melihat gelombang pada permukaan laut. Adalah tidak mungkin bagi seseorang untuk mengetahui mengenai gelombang internal di bawah laut. Tetapi, dalam surat An-Nur, Allah memberitahukan kepada kita mengenai jenis gelombang yang terjadi pada kedalaman lautan. Jelas, fakta ini, yang baru-baru ini saja ditemukan ilmuwan, sekali lagi menunjukkan bahwa Al-Qur'an merupakan firman Allah.

5) Matahari dan bulan itu bergerak sesuai dengan orbitnya.

Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. [Al Anbiyaa’(21):33]

Disebutkan juga pada ayat yang lain, bahwa matahari tidak statis tapi bergerak dalam orbit tertentu:

dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. [Yaasiin (36):38]

Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al-Qur'an ini telah ditemukan pada pengamatan astronomi di zaman kita. Menurut perhitungan para astronom, matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa 7200 km/jam ke arah bintang Vega pada orbit tertentu yang disebut dengan Solar Apex. Ini berarti bahwa matahari bergerak kira-kira 17.280.000 km/hari. Bersama dengan matahari, semua planet-planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga menempuh jarak yang sama. Di samping itu, semua bintang di alam jagad raya mempunyai gerak yang sama yang terencana.



Posisi AIK dalam sistem penurunan ilmu

AIK akan kita jumpai pada perguruan tinggi yang didirikan oleh organisasi Muhammadiyah. AIK merupakan wahana keilmuan di bidang agama yang sangat penting karena jika kita benar-benar mengamalkan apa yang ada dalam AIK maka akan tercipta akhlakul karimah. Dalam sistem penurunan ilmu AIK memegang peranan yang cukup penting yaitu sebagai penyeimbang antara ilmu dunia dan akhirat. Perguruan tinggi yang berbasis organisasi Muhammadiyah berusaha mencetak intelek yang sekaligus religius yang memiliki keseimbangan antara IPTEK dan IMTAQ sehingga di sini membutuhkan peran AIK yang sangat besar. Dengan keseimbangan kedua hal tersebut maka akan tercipta sistem penurunan ilmu yang kondusif. Karena agama kita juga sangat mengagungkan ilmu dan memuliakan orang-orang berilmu maka dalam hal ini AIK berperan mewujudkan orang-orang berilmu yang sekaligus dimuliakan oleh Allah SWT. Uraian di atas sudah jelas menunjukkan bahwa posisi AIK dalam sistem penurunan ilmu sangatlah penting.



Pentingnya (urgensi) mempelajari mata kuliah AIK

Seperti uraian di atas AIK merupakan ilmu yang sangat penting, maka dari itu sudah pasti AIK mempunyai manfaat yang besar pula untuk kita pelajari. AIK merupakan ilmu yang akan memperdalam pengetahuan kita dalam bidang agama dan akan membantu hubungan kita kepada Allah (hablum minallah) atau ibadah karena dalam mata kuliah AIK diajarkan materi-materi ibadah. Selain itu materi pembelajaran AIK juga tentang hubungan dengan sesama manusia, sejarah islam dan sebagainya yang sudah disesuaikan dengan Al Quran dan As Sunnah yang merupakan sumber utama dalam memahami islam seperti yang dipahami oleh organisasi Muhammadiyah. Perumusan materi AIK telah diprakarsai oleh orang-orang yang ahli dibidangnya sehingga saya yakin sudah disesuaikan dengan kebutuhan para mahasiswa. AIK juga akan membantu kita mempersiapkan diri untuk terjun ke masyarakat karena kita adalah ilmuan jebolan dari perguruan tinggi yang berbasis agama jadi sudah pasti jika kita terjun ke masyarakat, kita akan punya tanggungjawab yang lebih besar dalam membawa almamater kita dalam masyarakat. Di samping masyarakat menilai kita dari bidang ilmu yang kita kuasai, masyarakat juga pasti akan memandang kita dari segi agama. Maka dari itu kita harus memanfaatkan kesempatan ini dengan baik sehingga kita benar-benar menjadi ilmuan yang religius dan mempunyai keseimbangan IPTEK dan IMTAQ yang baik. Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa betapa penting dan bermanfaatnya AIK untuk kita pelajari.